Tulisan ini bersumber dari http://www.tamankata.web.id yang berjudul "Bangkitkan Kejayaan Rempah Indonesia" yang terposting pada hari Kamis, 29 Desember 2016. Artikel ini di reposting dengan pengurangan isi sesuai keperluan, tepatnya untuk informasi edukasi para anak didik tingkat SMA yang berperan menjadi pewaris dari kepemilikan dan pemanfaatan rempah-rempah nusantara.
***
Tanah Indonesia yang subur, menyimpan kekayaan alam yang tak ternilai harganya. Ibarat kata, apapun yang ditanam di tanah kita ini, bakal tumbuh dengan baik. Bahkan kenapa bangsa kita dijajah dulu, salah satu sebabnya adalah karena kekayaan alam yang kita miliki. Itulah sebabnya, mengapa kita harus menjaga dan melestarikan kekayaan alam ini agar jangan sampai hilang atau punah.
Diantara banyak kekayaan alam yang ada di Indonesia, rempah-rempah merupakan salah satunya. Apakah kamu tau seberapa banyak jenis dan nama rempah yang kita miliki? Tidak tau? Mungkin waktu SD dulu, dalam mata pelajaran sejarah, kita sering membaca kata-kata pala, lada, dan cengkeh ya. Itu merupakan sebagian kecil saja dari jenis rempah yang kita miliki, yang banyak dicari oleh para pendatang atau penjelajah dari luar negeri.
Kenapa dengan rempah? Karena walaupun kecil, bahkan terlihat tidak menarik dan cantik seperti bunga, rempah memiliki banyak kegunaan. Selain banyak digunakan sebagai bumbu masakan, rempah juga bisa digunakan sebagai bahan untuk obat-obatan, dan untuk perawatan kecantikan.
Informasi lengkap mengenai rempah ini saya dapatkan saat mengikuti Seminar Nasional Rempah Indonesia, yang membahas mengenai “Rempah Masa Dulu, Masa Kini, dan Masa Depan” di Gedung Menara 165 Jakarta, pada hari Selasa, 20 Dersember 2016 kemarin.
Rempah Indonesia mempunyai berbagai keunggulan, baik secara historis, ekonomis, geografis, maupun ekologis. Sejarah telah mebuktikan bahwa rempah Indonesia pernah menguasai dunia dan menjadi sumber utama pemasukan negara. Pada waktu itu, dunia berburu rempah nusantara, yang merupakan kejayaan rempah masa lalu kita.
Kejayaan rempah tersebut, sudah saatnya kita raih kembali, dengan nilai tambah yang sesungguhnya menjadi milik kita. Kebangkitan rempah ini harus disinergikan dengan seluruh pelaku, mulai dari petani, pedagang, industri, lembaga penelitian, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, serta lembaga pemerintah, baik pusat maupun daerah.
Kejayaan rempah di masa dulu itu harus dikembalikan ke masa depan. Rempah kita harus dibangkitkan kembali, sehingga perlu dilakukan perubahan-perubahan dalam rangka memajukan rempah kita kembali. Dulu negara-negara di Eropa sangat menginginkan rempah-rempah kita, seharusnya kita melanjutkan potensi rempah yang ada di negeri ini.
Dalam hal kosmetika tradisional yang bersumber dari alam hayati dan Spa, yang berbasis kearifan lokal (local wisdom). Jamu dan kosmetika Indonesia merupakan rempah yang berasal dari bagian tumbuh-tumbuhan, yang memiliki memiliki khasiat, misalnya akar-akar, kulit, pohon, biji-bijian, dan buah-buahan.
Negara kita dikenal sebagai negara bio diversity karena memiliki kekayaan alam terbesar nomor 2 di dunia, dengan 40.000 jenis rempahnya. Diasumsikan sekitar 2000 jenis rempah ini memiliki khasiat untuk pengobatan berbagai macam penyakit, untuk perawatan kecantikan, kosmetik, dan Spa.
Bahan-bahan herbal yang digunakan di Taman Sari Royal Heritage Spa milikinya. Misalnya pemijatan yang menggunakan berbagai macam minyak yang terbuat dari rempah-rempah, yang dapat membantu memulihkan kesegaran dan kebugaran, serta relaksasi. Begitupun dengan perawatan aromatherapy, dengan menghirup uap dari minyak atsiri (essensial oil), yang dapat merelaksasi tubuh, kulit, meringankan rasa lelah, dan mengembalikan energi.
Rempah Indonesia memang banyak diburu oleh bangsa lain di dunia, serta dengan posisi Indonesia yang terletak di jalur perdagangan dunia, maka khazanah kuliner nusantara, sedikit banyak dipengaruhi oleh kebudayaan asing yang sering singgah, seperti China, Arab, dan Eropa.
Kuliner yang ada di Indonesia terdiri dari berbagai ragam kuliner lokal atau daerah. Ini menjadi identitas budaya masing-masing daerah, dan makanan menjadi indikator asal budaya masing-masing, seperti orang Jawa Barat yang suka lalapan, orang Jawa Tengah yang suka masakan manis, atau orang Manado yang suka masakan serba pedas. Sehingga makanan bisa dikatakan sebagai jati diri sekelompok orang atau daerah.
Selain itu makanan bisa dijadikan sebagai alat komunikasi, seperti saat makan bersama keluarga, hantaran makanan untuk tetangga, atau saat jamuan makan kenegaraan. Dari makanan yang disantap, kita juga dapat melihat status ekonomi seseorang, serta menunjukkan kedudukan serta kekuasaan seseorang, misalnya santapan para raja-raja.
Tak hanya itu, makanan juga berperan dalam hal keagamaan. Pernah mendengar kata sesajen atau ritual? Sajen merupakan bahan makanan yang dibuat sebagai ucapan syukur yang dipercaya oleh beberapa daerah. Begitupun dengan ritual yang kerap dilakukan untuk persembahan untuk arwah, seperti di daerah Kutai Barat.
Makanan banyak berkontribusi bagi ekonomi kuliner di Indonesia. Bisa dijadikan sumber daya kreatif bagi dunia pendidikan dan juga untuk dunia industri. Kita dapat memperkenalkan bumbu dan rempah masakan nusantara pada dunia internasional, misalnya dalam jamuan kenegaraan, mengajarkan aneka kuliner Indonesia pada para pelajar di luar negeri, dan promosi kuliner di berbagai festival kuliner dunia.
Indikasi geografis pada prinsipnya adalah pembagian semacam merek atau pengakuan pemilikan atas suatu nama produk dengan dasar aturannya yaitu undang-undang. Undang-undangnya adalah UU No. 15 Tahun 2001 tentang merek, yang mengatakan bahwa indikasi geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan asal suatu barang yang karena faktor geografis, yaitu faktor alam dan manusia, menyebabkan munculnya suatu ciri khas produk itu.
Jadi indikasi geografis itu menyatakan bahwa barang ini asli dari wilayah tertentu. Misalnya Lada Putih Muntok dengan indikasi geografisnya, itu artinya Lada Putih Muntok diakui oleh pemerintah sebagai milik masyarakat Bangka Belitung. Jadi yang boleh pakai merek Lada Putih Muntok hanya masyarakat Bangka Belitung, yang tergabung dalam indikasi geografis Lada Putih Muntok. Kalau ada orang lain yang menggunakan nama produk ini, padahal bukan berasal dari Bangka Belitung serta tidak memenuhi standar dan kualitas Lada Putih Muntok, berarti produk tersebut adalah palsu.
Ini yang sering terjadi di kita. Barang yang kurang berkualitas, namun karena ingin laku, lalu menggunakan nama dari produk yang berkualitas. Untuk pemalsuan ini ada ancaman pidananya, yaitu 5 tahun penjara dan denda 1 miliar rupiah. UU indikasi geogarfis baru terbit tahun 2001, peraturan pemerintahnya terbit 2007, dan indikasi geografis pertama terbit tahun 2008.
Syukurlah sampai saat ini indikasi geografis sudah ada untuk 52 komoditi. 38 diantaranya adalah komoditi perkebunan, dan 7 diantaranya adalah komoditi rempah, yaitu Lada Putih Muntok, Lada Hitam Lampung, Vanili Kepulauan Alor, Cengkeh dari Minahasa, Cengkeh Maluku Utara, Cengkeh Moloku Kie Raha, dan Pala Fakfak. Bapak Yadi menganjurkan, jika ingin mencari komiditi yang asli, carilah yang sudah masuk dalam indikasi geografis.
Bukan hanya jenisnya saja, rempah masa dulu, masa kini, dan masa depan itu terkait juga dengan kualitas rempahnya. Rempah dulu sangat tinggi kualitasnya, bahkan buah pala kita nilainya disamakan dengan harga satu kantung emas. Untuk itulah kita harus dukung terus kualitas rempah Indonesia, agar bisa bangkit dan berjaya seperti masa dulu, sehingga dapat memberi manfaat bagi seluruh lapisan masyarakat, serta menjadi jati diri bangsa.
***
Disarikan dari http://www.tamankata.web.id/2016/12/seminar-nasional-bangkitkan-kejayaan-rempah-indonesia.html#more
Tags
rempah indonesia