Laporan Perjalanan Diana Rosida ke Vihāra Ratanavana Ārāma

Laporan Perjalanan Diana Rosida ke Vihāra Ratanavana Ārāma

Diana Rosida dan teman-temannya saat berkunjung di Vihara Ratanavana Arama Selasa, 14 November 2017 (Foto. Dok Diana Rosida) 

Penulis: Diana Rosida*

Minggu lalu tepatnya Hari Selasa, 14 November 2017 kelas saya XI IPS 4 bersama dengan XI IPS 3 melaksanakan kunjungan lapangan di Vihāra Ratanavara Ārāma yang bertempat di Sendhangcoyo, Lasem.

Selama di perjalanan, kami begitu menikmati suasana yang ada. Jalan saat menuju ke tempat tersebut ada tanjakan yang lumayan curam, namun masih bisa dilalui oleh bus mini yang kami tumpangi.

Sesampainya kami di vihara, kedatangan kami disambut hangat oleh pihak vihara tersebut. Kami pun melihat-lihat keadaan vihara yang berada diatas bukit tersebut. Sesuai namanya, Vihāra Ratanavana Ārāma yang berarti Mutiara diatas bukit. Hawanya sejuk, banyak pepohonan dan lingkungannya pun asri nan bersih. Banyak sekali jenis-jenis tanaman yang tumbuh di sekitar vihara. Seperti halnya pohon kelapa, mangga, nangka, buah maja, matoa, juwet, pete, dan masih banyak lagi.

Ibu Sakinah selaku pengurus vihara pun membimbing kami menceritakan tentang sejarah berdirinya vihara dan juga biografi tokoh pendirinya yang bernama Sudhammo Mahatheraa.

Dan berikut adalah sedikit cuplikan biografi dari Sudhammo Mahatheraa yang saya tangkap dari penjelasan Pak Suhadi.

Bante Yang Mulia Sudhammo Mahatheraa lahir pada tanggal 21 April 1938 di Sumenep, Madura. Beliau lahir dengan nama kecil Bursaha Burhanuddin dari kedua orang tuanya yang bernama Malik dan Saliha. Sudhammo begitu mendalami ilmu filosofi. Salah satu kalimat yang ia petik adalah "Jangan sampai kamu meminta pada orang lain, tetapi memberilah kepada orang lain"
Namun, di usiamya saat menginjak STM, kedua orang tua nya meninggal dunia. Ia lulus pada tahun 1959 dan kemudian berkelana dari hutan ke hutan lainnya untuk mencari makna kehidupan dan belajar selama kurang lebih 4,5 tahun. Dan pada tahun 1964 Sudhammo pun telah keluar dari hutan.

Di tahun 1972 ia bertemu dengan Yang mulia Girilakito Mahathera dari Pati. Kemudian pada tanggal 10 November 1972 pukul 10.00 WIB ia ditahdizkan dan di usapada menjadi Biku. Sudhammo kuliah selama setahun di Thailand dan setelah itu kembali ke Indonesia dan mencari tanah di daerah pegunungan untuk mendirikan Vihara. Yaitu di Sendhangcoyo yang saat itu tananhnya masih terjal dan tandus. Tahun 1985 pun Vihara didirikan bangunan Damasala (untuk melaksanakan sembahyang).

Selama ia bekerja keras membangun Vihara, ia yang awalnya pendiam menjadi humoris. Badan yang dulunya kurus menjadi berisi. Tanah yang dulunya tandus menjadi berair. Pada tanggal 23 Oktober 1996 ia dinobatkan sebagai orang pertama yang mendirikan bendera Sasana atas keberaniannya menjadi Biku. Dan dari akhir biografinya, Sudhammo Mahathera menutup usianya pada 28 Februari 2000 pukul 23.09 WIB karena penyakit stroke nya.

Setelah selesai dengan biografi Sudhammo Mahathera, Ibu Sakinah mengajak kami mengelilingi objek yang ada di Vihara. Dari mulai patung-patung naga yang memiliki arti keperkasaan sampai Buddha tidur. Dan tak lupa, disana pun terdapat properti Candi Borobudur yang merupakan bukti bahwa candi borobudur merupakan candi buddha.
Selain itu, kami pun menuju ke tempat peribadatan atau tempat sembahyang orang-orang yang datang kesana.

Usai dengan penjelasan di vihara, tiba saatnya bagi kami untuk terjun langsung ke masyarakat sekitar yang dekat dengan vihara. Kami dibagi menjadi beberapa kelompok untuk menanyakan seputar vihara dengan hubungan masyarakat sekitar Sendhangcoyo.

Diana Rosida, 2017
*Siswa SMA Negeri 1 Pamotan Rembang Jawa Tengah, Kelas XI Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial. 

Post a Comment

Previous Post Next Post